OLEH:
Andi Alamsyah No. Reg 11b04004
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
NEGERI MAKASSAR
2012
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur kita panjatkan kehadapan Allah SWT, karena atas Rahmat dan Tupiknya
jualah sehingga makala yang berjudul “PENGEMBANGAN KURIKULUM PENJAS”, dapat
diselasaikan dengan baik. Disampaikan pula ucapan terima kasih kepada yang
terhormat Bapak Dr. Ahmad Rum Bismar,
M.Pd atas bimbingan dan arahannya yang diberikan selama mata kuliah ini
berlangsung sehingga dapat menambah cakrawala saya berfikir dalam dunia
pendidikan dan khususnya pada desain dan pengembangan kurikulum penjas. Semoga
ilmu ini saya dapat amalkan dan gunakan untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa.
Makalah
ini disusun sebagai tugas mata kuliah
desain dan pengembangan kurikulum penjas dan olahraga dalam pendidikan pada program S-2 Penjas dan
Olahraga pada tahun 2012. Pada karya yang sudah tersusun, penulis mengakui
bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan didalam makalah ini, untuk itu penulis
dengan tangan terbuka dan berharap saran yang konstruktif dari berbagai pihak
khususnya kepada dosen pengampu matakuliah ini demi penyempurnaannya. Kepada
semua pihak yang ikut membantu dalam penyelesaian tulisan ini saya ucapkan
banyak terimaksih.
Makassar,
Mei 2012
Andi Alamsyah
KURIKULUM
PENDIDIKAN JASMANI
Oleh
Dedi Pratama
Editor Andi Alamsyah
Peningkatan keterampilan
gerak, kesegaran jasmani, pengetahuan, dan sikap positif terhadap Pendidikan
Jasmani sangat ditentukan oleh sebuah kurikulum yang baik. Kurikulum
itusendirinampaknya terlalu abstraks untuk didefinisikan secara tegas dan
jelas sebab di dalam kurikulum tersebut termasuk segala sesuatu yang
direncanakan dan diterapkan oleh paraguru, baik secara implisit maupun
eksplisit. Namun secara sederhana mungkin dapat dikatakan bahwa
kurikulum pada dasarnya merupakan perencanaan dan program jangka panjang tentang berbagai
pengalaman belajar, model, tujuan, materi, metode, sumber, dan evaluasi
termasuk pula ‘apa’ dan‘mengapa’ diajarkan.Seperti halnya sistem tubuh manusia,
semua bagian dari kurikulum harus terpadu dan bekerjaterarah untuk
membantu mengembangkan anak didiknya yang sedang belajar. Pembuat kurikulum
sudah selayaknya bertanya, apakah program yang ada dalam kurikulum
itusudahvalid? Apakah kurikulum tersebut sudah dapat meraih tujuan yang akan
dicapainya?Contoh pertanyaan yang lebih spesifik: apakah dengan kurikulum
itu siswa lulusannya sudahmempunyai berbagai keterampilan gerak dasar dan siap
untuk belajar keterampilan yanglebih bersifat spesifik dan kompleks pada
jenjang berikutnya?Pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah barang tentu
sangat untuk sulit dijawab dengantegas,namun demikian pertanyaan tersebut
paling tidak akan membantu para guru dalammenentukan arah program yang
dibuatnya. Tulisan ini dimaksudkan untuk melihatgambaranarah program Pendidikan
Jasmani pada jenjang pendidikan SD/MI dikaitkan
dengan beberapakarakteristik yang melandasinya, yang antara lain meliputi:
asumsi dasar, pelaksanaan,dankeberhasilannya sehingga dengan demikian
diharapkan kita dapat melihat berbagai isudanalternatif pemecahannya.Menurut
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengemukakan yang dimaksuddengan
Pendidikan Jasmani adalah suatu proses
pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan
kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilanmotorik, pengetahuan dan perilaku
hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dankecerdasanemosi
Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah,
jasmani, psikomotor, kognitif, dan afektif setiap siswa.
Asumsi Dasar Program Pendidikan Jasmani
Asumsi dasar pada
dasarnya adalah pijakan yang kokoh dan dapat dipertanggung jawabkan dalam
menyelenggarakan sesuatu. Asumsi dasar program Penddikan Jasmani
merupakan pijakan yang kokoh yang dapat dipertanggung jawabkan dalam
membuat dan menyelenggarakan program penjas. Tiga asumsi dasar program
Penddikan Jasmani meliputi:
a. Program Pendidikan Jasmani dan program
olahraga mempunyai tujuan yang berbeda
Pembuatan program
olahraga terutama ditujukan untuk mereka yang betul-betulmempunyaikeinginan
atau tertarik untuk mengkhususkan diri pada salah satu atau beberapa cabang olahraga
dan berkeinginan untuk memperbaiki kemampuannya agar dapat berkompetisi dengan
orang yang lain yang mempunyai keinginan dan minat yang sama pula.Sebaliknya,
pembuatan program Penddikan Jasmani ditujukan untuk setiap anak
didik (darimulai anak yang berbakat sampai anak yang yang sangat kurang
keterampilannya; darimulai anak yang tertarik dan tidak tertarik sama sekali).
Tujuan utama pembuatan program tersebut adalah menyediakan dan memberikan
berbagai pengalaman gerak untuk membentuk fondasi gerak yang kokoh yang
pada akhirnya diharapkan dapat mempengaruhi gaya hidupnyayang aktif dan sehat (active
life style). Olahraga mungkin akan merupakan salah satu bagian dari program
Penddikan Jasmani, akan tetapi bukan satu-satunya pilihan.
b. Anak-anak bukanlah ‘miniature’ orang dewasa
Kemampuan, kebutuhan,
perhatian, dan minat anak-anak berbeda dari kemampuan,kebutuhan, minat, dan
perhatian orang dewasa. Oleh karena itu, sudah barang tentu kurang cocok
apabila pembelajaran dikonotasikan seperti menuangkan air dari gelas yang satu
kegelas yang lainnya. Para guru tidak cukup dengan memberikan program aktivitas
jasmani atau olahraga untuk orang dewasa kepada anak-anak.
Demikian juga pengalaman
latihan yang diperoleh para guru sewaktu kuliah belum tentu cocok diberikan
kepada anak didiknya. Anak-anak membutuhkan program yang secara khusus dibuatsesuai
dengan minat, kemampuan, dan kebutuhannya (Developmentally
AppropriatePractice/DAP).
c. Anak-anak yang kita ajar sekarang tidak untuk
dewasa sekarang
Para pendidik mempunyai
tantangan yang cukup besar dalam mempersiapkan anak didik dimasa yang akan
datang, yang belum bisa didefinisikan dan dimengerti secara jelas.
Atau palingtidak, dalam berbagai aspek, dunia nanti mungkin akan sangat
berbeda dengan dunia yang ada sekarang. Program Penddikan Jasmani yang ada
sekarang berusaha memperkenalkan anak didik pada dunia yang ada sekarang
dan juga sekaligus mempersiapkan anak didik untuk hidup dalam dunia yang
belum pasti di masa yang akan datang. Dengan kata lain program tersebut berusaha
membantu siswa belajar bagaimana belajar (learning how to learn) dan membantu
siswa menyenangi proses discovery dan eksplorasi tantangan-tantangan
baru dan berbeda dalam domain fisik. Aktivitas fisik dan olahraga di masa yang akan
datang mungkin sangat berbeda dengan aktivitas fisik dan olahraga yang ada dan
popular pada masa sekarang. Oleh karena itu program yang ada sekarang
selayaknya mempersiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan gerak
dasar yang sangat diperlukan untuk setiap aktivitas fisik, baik yang
sedang popular pada masa sekarang maupun aktivitas fisik yang mungkin akan ditemukan
di masa yang akan datang. Penguasaan berbagai keterampilan gerak dasar oleh
para siswa akan mendorong perkembangan dan perbaikan berbagai keterampilan
fisik yang lebih kompeks, yang pada akhirnya akan membantu siswa memperoleh
kepuasan dan kesenangan dalam melakukanaktivitas fisiknya.
Karakteristik Program Pendidikan Jasmani
Sehubungan dengan
anggapan dasar tersebut di atas, maka program dan penyelenggaraan program
Pendidikan Jasmani hendaknya mencerminkan anggapan dasar tersebut di
atas.Dua pedoman yang seing digunakan untuk dapat mencerminkan anggapan
dasar tersebutantara lain adalah “Developmentally Appropriate Practices”
(DAP) dan
“InstructionallyAppropriatePractices” (IAP).
a. Developmentally Appropriate Practices (DAP)
Maksudnya adalah tugas
ajar yang memperhatikan perubahan kemampuan anak dantugasajar yang dapat
membantu mendorong perubahan tersebut. Dengan demikian tugas ajar tersebut
harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak didik yang sedang
belajar.Tugasajar yang sesuai ini harus mampu mengakomodasi setiap perubahan
dan perbedaankarakteristik setiap individu serta mendorongnya ke arah perubahan
yang lebih baik.
b. Instructionally appropriate practices (IAP)
Maksudnya adalah tugas
ajar yang diberikan diketahui merupakan cara-cara pembelajaranyang paling
baik. Cara pembelajaran tersebut merupakan hasil penelitian
atau pengalamanyang memadai yang memungkinkan semua anak didik memperoleh
kesempatan dankeberhasilan belajar secara optimal. Untuk memperoleh gambaran
yang lebih lengkaptentangkarakteristik pembelajaran penjas tersebut, berikut
ini dipaparkan komponen-komponenkurikulum yang harus dilihat kesesuaiannya.
Keberhasilan Program Pendidikan Jasmani
Untuk mengetahui apakah
program pendekatan Pendidikan Jasmani yang kita gunakantersebut cukup berhasil
atau masih perlu disempurnakan, maka diperlukan suatu evaluasi.Untuk keperluan
itu banyak kriteria yang dapat digunakan. Untuk itu, khususnya
diAmerika, NASPE (National Association for Sport and Physical Education,
1992) telah menentukan“Physically Educated Person” sebagai salah satu
kriterianya. Kriteria ini menjabarkankeberhasilan program Pendidikan Jasmani ke
dalam 20 karakteristik yangdiklasifikasikan kedalam lima katagori dan merupakan
penjabaran dari pencapaian tujuan jangka pendek ( short term)dan
jangka panjang (long term) dari program Pendidikan Jasmani di
sekolah-sekolah. Untuk lebih jelasnya karakteristik seseorang yang
terdidik jasmaninya tersebut adalah sebagai berikut:
a. Memiliki keterampilan-keterampilan yang
penting untuk melakukan bermacam-macamkegiatan fisik antara lain:
(1) Bergerak dengan menggunakan konsep-konsep
kesadaran tubuh, kesadaran ruang,usaha,dan hubungannya.
(2) Menunjukkan kemampuan dalam aneka
ragam keterampilan manipulatif, lokomotor,dannon lokomotor.
(3) Menunjukkan kemampuan mengkombinasikan
keterampilan manipulatif, locomotor dannon-locomotor baik yang dilakukan
secara perorangan maupun dengan orang lain.
(4) Menunjukkan kemampuan pada aneka ragam
bentuk aktivitas jasmani.
(5) Menunjukkan penguasaanpada beberapa bentuk
aktivitas jasmani.
(6) Memiliki kemampuan tentang bagaimana caranya
mempelajari keterampilan baru.
b. Bugar secara fisik
(1) Menilai, meningkatkan, dan mempertahankan
kebugaran jasmaninya.
(2) Merancang program kesegaran jasmani sesuai
dengan prinsip latihan tetapi tidak membahayakan.
c. Berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas
jasmani
(1) Berpartisipasi dalam program pembinaan
kesehatan melalui aktivitas jasmani minimal3 x per minggu.
(2) Memilih dan secara teratur berpatisipasi
dalam aktivitas jasmani pada kehidupansehari-hariya.
d. Mengetahui akibat dan manfaat dari
keterlibatan dalam aktivitas jasmani
(1) Mengidentifikasi
manfaat, pengorbanan, dan kewajiban yang berkaitan denganteraturnya partisipasi
dalam aktivitas jasmani.
(2) Menyadari akan faktor resiko
dan keselamatan yang berkaitan dengan teraturnya partispasidalam
aktivitas jasmnai.
(3) Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
pengembangan keterampilan gerak.
(4) Memahami bahwa hakekat sehat tidak sekedar
fisik yang bugar.
(5) Mengetahui aturan, strategi, dan perilaku
yang harus dipenuhi pada aktivitas jasmani yang dipilih.
(6) Mengetahui bahwa partisipasi dalam aktivitas
jasmani dapat memperoleh dan meningkatkan pemahaman terhadap budaya
majemuk dan budaya internasional.
(7) Memahami bahwa aktivitas jasmani memberi
peluang untuk mendapatkan kesenangan, menyatakan diri pribadi, dan berkomunikasi.
e. Menghargai aktivitas jasmani dan
kontribusinya terhadap gaya hidup yang sehat
(1) Menghargai hubungan dengan orang lain yang
diperoleh dari partisipasi dalamaktivitas jasmani.
(2) Hormat terhadap peraturan yang terdapat
dalam aktivitas jasmani sebagai cara untuk mencapai kesehatan dan
kesejahteraan sepanjang hayat.Menikmati perasaan bahagia yang diperoleh
dari partisipasi teratur dalam aktivitas jasmani.
Sejarah
Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Dalam
perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah
mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994,
dan 2004, serta yang terbaru adalah kurikulum 2006. Perubahan tersebut
merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial
budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab,
kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara
dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua
kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila
dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta
pendekatan dalam merealisasikannya.
Menurut Indarto (2008) perjalanan sejarah perkembangan kurikulum di negara kita meliputi tahapan sebagai berikut.
1)
Kurun waktu
1945 sampai 1968
a) Kurikulum
Pertama
Kurikulum
pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda leer plan artinya rencana pelajaran. Lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris).
Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan
Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan ditetapkan
Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan Rencana
Pelajaran 1947, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah kalangan
menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya
memuat dua hal pokok:
1. Daftar mata
pelajaran dan jam pengajarannya,
2. Garis-garis
besar pengajaran. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada
pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah : pendidikan watak, kesadaran
bernegara dan bermasyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian
sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
b) Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini
lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas
sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” (Djauzak Ahmad, Dirpendas
periode1991-1995). Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana
Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta,
rasa, karsa, karya, dan moral (Panca wardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan
dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik,
keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan
pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
2) Kurun
waktu tahun 1968 sampai tahun 1999
a) Kurikulum 1968
Kelahiran
Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang
dicitrakan sebagai produk Orde Lama.
Dengan suatu pertimbangan untuk tujuan pada pembentukan manusia Pancasila
sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran:
kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Mata
pelajaran dikelompokkan menjadi 9 pokok.
Djauzak
menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran
pokok saja”. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan
permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang
tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
b) Kurikulum 1975
Kurikulum 1975
menekankan pada tujuan, agar pendidikan
lebih efektif dan efisien. Menurut Drs Mudjito; Ak; Msi (Dir. Pemb. TK dan
SD Depdiknas). yang melatar belakangi lahirnya kurikulum ini adalah pengaruh
konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal
saat itu,” Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah “satuan
pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan
pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional umum (TIU), tujuan
instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin
sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
c) Kurikulum 1984
Kurikulum 1984
mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi
faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”.
Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh
penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan,
Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986. Konsep CBSA yang elok secara
teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami
banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak
sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di
ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan
yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Akhiran penolakan CBSA
bermunculan.
d)
Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum
1994 merukan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya,
terutama kurikulum 1975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses
belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban
belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal.
Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya
bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai
kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu
masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum
1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada
1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada
menambal sejumlah materi.
3) Kurun waktu 1999 sampai sekarang
a)
Kurikulum 2004
Sebagai
pengganti kurikulum 1994 adalah kurikulum 2004, yang disebut dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok,
yaitu: pemilihan kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator
evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi; dan pengembangan
pembelajaran. KBK memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Menekankan pada
ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal,
berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman. Kegiatan
pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, sumber belajar
bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya
penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Struktur kompetensi dasar KBK ini
dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan
dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata
pelajaran tersebut. Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek
rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil belajar adalah untuk
menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai
hasil belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan,
kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat
diukur dengan berbagai teknik penilaian. Setiap hasil belajar memiliki
seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan,
“Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang
diharapkan?”.
b)
Kurikulum 2006
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan
Pelaksanaan
KBK masih dalam uji terbatas, namun pada awal tahun 2006, uji terbatas tersebut
dihentikan. Dan selanjutnya dengan terbitnya permen nomor 24 tahun 2006 yang
mengatur pelaksanaan permen nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi kurikulum
dan permen nomor 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan, lahirlah kurikulum
2006 yang pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004. Perbedaan yang menonjol
terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu jiwanya desentralisasi sistem pendidikan.
Pada
kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi
dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan
dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan
daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran, dihimpun menjadi
sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab sekolah di bawah binaan dan pemantauan
dinas pendidikan daerah dan wilayah setempat.